Suatu hari, ada seorang petani yang duduk dipinggiran pematang dekat sawahnya sambil meneguk segelas teh yang sudah dingin. Sambil memandang tanaman padi miliknya, dia memandang dengan tatap kosong dan raut muka muram.
Saya menghampiri beliau dan menyapanya, dia tersentak kaget, mungkin tidak menyadari kehadiran saya yang tiba tiba atau mungkin dia lagi fokus memikirkan nasib tanamannya.
Dia akhirnya mempersilahkan saya duduk disampingnya, sambil menuangkan segelas teh dan mempersilahkan untuk minum.
Saya coba memulai menayakan kenapa koq kelihatan murung, sambil menyebulkan sebatang rokok yang hampir habis ke udara dia bercerita.
Akhir tahun 2019 dia menanam padi ¼ bau (ukuran luas tanah) seperti biasanya dia berharap sekitar bulan Maret akan memetik hasil yang memuaskan untuk kelangsungan hidup keluarganya. Dia mengungkapkan kegagalan panen bulan maret yang lalu, tak disangka setelah satu minggu tanam terjadilah banjir yang menggenangi sawahnya selama 4 hari semua benih padinya lenyap terbawa banjir padahal untuk sekali masa tanam sampai dengan panen dibutuhkan biaya operasional sekitar 7,2 juta/ha.
Dia pun tidak putus asa kembali menanami sawahnya dan pada bulan januari terjadi lagi banjir yang menggenangi sawahnya untungnya padi sudah berumur 3 minggu sehingga tidak banyak yang hanyut ataupun mati, dia dengan sabar merawat padinya hari demi hari sampai waktu panen kisaran bulan maret, awal masa pandemi covid 19 heboh dimedia massa maupun media sosial.
Dia pun bingung hasil panen padinya tidak ada yang mau menawar dengan harga tinggi di masa pandemi ini, harga Gabah Kering Panen (GKP) dimasa itu hanya kisaran Rp. 4000/kg atau turun 4,65 persen dari biasanya. Rata rata para bakul hanya mau menawar kisaran Rp. 3500 sampai Rp 3800 itupun kalau panennya bagus apalagi para bakul beralasan dimasa pandemi tenaga untuk panen mahal untuk sawah ukuran ¼ Bau paling tidak biaya operasional panen hampir Rp. 900.000,-, banyak yang bilang “kan sudah ada bantuan Alat Combain” iya memang alat tersebut dapat memangkas biaya hampir sepertiganya, tapi lihat kondisi lapangan combain hanya bisa digunakan apabila kondisi tanah kering, kalau basah ya tidak jalan tandasnya.
Dia pun menghitung hasil panennya, dari sawah yang ditanami hanya menghasilkan GKP sebesar ( ¼ X 0,7 ha = ¼ bau ) = 1,5 ton GKP (hasil ubinan), 1,5 x Rp 3.500,- = Rp. 5.250.000,- dikurangi biaya opersional ¼ x Rp. 7.200.000,- = Rp 1.800.000,- jadi hanya dapat hasil panen Rp. 5.250.000,- - Rp. 1.800.000,- = Rp. 3.450.000,- dibagi 4 bulan = hanya Rp. 862.500,-/bulan itulah yang dipaparkan petani.
Dikala masyarakat berebut minta datanya masuk dalam penerima bantuan sosial akibat pandemi Covid 19, beliau tidak menghiraukan dan hanya merenungi dari tahun ke tahun produktivitas padi semaikn menurun.
Namun beliau tidak patah semangat, melanjutkan bercocok tanam lagi pada akhir bulan April dengan harapan dapat hasil yang lebih baik 4 bulan kedepan dengan hirukpikuknya wabah Covid 19, masa new normal dan sebagainya dia tidak patah semangat, namun Tuhan berkehendak lain, bulan agustus 2020 terjadilah wabah wereng yang menyerang tanaman padi, walaupun sudah mendapat bantuan obat untuk menangani namun masih saja tidak bisa diselamatkan semua, dia berasumsi saya dapat 50 persen dari hasil panen itu sudah hebat tandasnya.
Akhirnya beliau merenung dengan penghasilan bercocok tanam semakin tidak menentu hasilnya, pas kebetulan ada seseorang yang berprofesi sebagai pengembang perumahan dan menawarkan sawanya dijual untuk perumahan dengan harga tinggi, dia musyawarah dengan keluarganya tentang tawaran tersebut, alhasil akhirnya sawahnya dijual untuk pengembang dan beliu berusaha beralih keprofesi lain dengan modal hasil sawah yang dijual dengan harapan lebih baik daripada bertani.
Munculah persoalan baru di pengembang dengan mengurug sawah untuk perumahan, tiba2 banyak orang yang menjustice pengurugan sawah tidak sesuai dengan aturan dan sebagainya. Inilah sebenarnya akar masalahnya, sebuah dilema baru “ KETIKA SAWAH TAK LAGI MENHIDUPI PETANI DAN BERUBAHNYA STATUS ALIH FUNGSI LAHAN DARI PERTANIAN MENJADI PERUMAHAN”
Salah satu PR besar untuk memecahkan dilema ini, mudah2an kedepan akan terpecahkan.
Wallahu’alam bi showab.
0 komentar:
Posting Komentar